Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) berada di dalam naungan UIN Maliki Malang. Lembaga ini memiliki sekretariat di Kedai Sinau Gedung SC Lt.1 UIN Maliki Malang Jalan Gajayana 50 Malang, contact: lkp2m_uinmlg@yahoo.com. Untuk berpartisipasi dalam mengisi website LKP2M, Anda bisa mengirimkan artikel anda ke: lkp2muinmaliki@gmail.com

Kamis, 01 Desember 2011

Guru, Pendidik Karakter yang Dinanti

Guru adalah orang yang selalu “digugu dan ditiru”. Guru adalah orang yang bisa mengajar murid-muridnya. Guru adalah sosok yang bisa mengarahkan pendidikan bagi para murid yang dididiknya. Guru adalah pendidik, pengajar, dan fasilitator bagi para muridnya. Oleh karenanya, sosok guru menjadi sangat urgen dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan juga ditentukan oleh guru. Peran guru juga sebagai pelaku perubahan. Maka, seorang guru haruslah sesosok orang yang mempunyai pemikiran yang maju, berwawasan luas dan sadar akan kemajuan zaman. Guru memang semestinya juga berubah, karena zaman juga berubah. Kalau tidak, guru akan selalu ketinggalan zaman. Namun, dalam praktiknya masih banyak dijumpai guru-guru yang mungkin lupa akan perannya sebagai pelaku perubahan. Maka, tak heran jika sering kita jumpai guru yang masih merasa nyaman dengan hanya duduk di depan kelas dari tahun ke tahun. Hal ini sesungguhnya menggambarkan bahwa guru masih kurang memahami kedinamisan. Padahal dinamisme adalah bagian esensial bagi sebuah perubahan. Oleh karena itu, adanya pengembangan kualitas diri guru sebagai seorang professional yang terpanggil mendidik masyarakat adalah mutlak diperlukan.
Melihat kenyataan ironis di lapangan inilah Doni Koesoema memulai kerangka berpikirnya. Hal ini di dasari oleh pemikiran pribadinya bahwa guru memanglah sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter bagi masyarakat.
Melalui buku yang berjudul pendidik karakter di zaman keblinger ini Doni Koesoema berusaha untuk menjernihkan pikiran para guru yang cenderung lupa akan idealitas seorang guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter bangsa. Dalam bukunya kali ini, Doni Koesoema menawarkan sebuah konsep pengembangan profesionalitas guru yang dapat membantu para guru untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan tugas dan misinya dalam masyarakat. Yang mana tugas dan misi guru akan menjadi sangat berat ketika guru hidup dalam sebuah zaman yang keblinger. Zaman keblinger adalah zaman dimana guru merasakan bahwa dunia, negara dan masyarakat dimana guru berpijak dan melangkahkan kaki sedang mengalami perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Hal ini ditandai dengan derasnya kemajuan dan kecepatan teknologi informasi yang memungkinkan segala sesuatu bergerak dengan cepat. Guru yang tak sadar dengan perubahan zamannya ini,akan merasa berada di zaman keblinger dan bingung harus melakukan apa. Karena itulah, menghadapi dunia yang lari tunggang langgang dan senantiasa berubah ini, guru juga dituntut untuk untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan di dalam masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu dahsyat tidak dapat diabaikan begitu saja oleh mereka yang memutuskan dirinya menjadi guru. Guru mesti tanggap dan menyimak perkembangan terbaru agar tidak ketinggalan zaman. Jika guru ketinggalan zaman, lalu bagaimana mungkin guru dapat menjadi pelaku perubahan? (hal 2)
Dinamika perubahan yang cepat akan menggeser dan melahirkan nilai-nilai baru dalm masyarakat. Dunia yang seperti ini akan ditandai dengan situasi jungkir baliknya tatanan nilai dalam kehidupan masyarakat, sehingga hal ini menantang guru untuk mempertanyakan identitas dirinya sebagai pendidikan karakter. Sebagai pendidik karakter, guru mengemban tanggung jawab yang sedemikian besarnya, yaitu membekali anak didik dengan nilai-nilai kehidupan yang berguna bagi kehidupannya di masa sekarang hingga masa depan. Karena itulah, dalam buku ini juga menjelaskan apa saja sikap dan prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru sebagai pendidik karakter.
Akhirnya, membaca buku ini kita seperti dihadapkan pada sebuah solusi cemerlang terhadap permasalahan yang kerap kali menimpa profesionalitas guru di tengah masyarakat kita. Tak perlu repot membaca buku ini, karena seluruh isinya sudah dirutkan secara sistematis berdasarkan kerangka berpikir yang runtut. Segala macam hal dijelaskan secara gamblang. Kita seperti merasa ketagihan membaca setiap bab dalam buku ini. Bahasa yang digunakan juga tidak berat, ringan dan mengalir. Sehingga siapapun dapat membaca buku ini, terutama bagi para pelaku pendidikan dan khususnya bagi mereka yang mengabdikan dirinya sebagai pendidik karakter di tengah keblingernya masyarakat saat ini.
Judul : Pendidik Karakter di Zaman Keblinger (Mengembangkan Visi Guru sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter)
Penulis : Doni Koesoema A.
Penerbit : PT. Grasindo
Cetakan : Pertama, 2009
Tebal : 215 halaman
Perensi: Lucky Lathifah*


Peresensi adalah Mahasiswa Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam semester 3 UIN Maliki Malang.

Melanjutkan...

Perempuan

Perempuan, sosok yang sedang hangat diperdebatkan. Pecinta perempuan berkata bahwa ia adalah sosok yang sangat menarik. Tanpanya dunia hampa. Pembela perempuan berpendapat ia adalah sosok hebat yang harus dihargai, dihormati dan dimuliakan. Karena hakikatnya ia memang dicipta dengan status seperti itu. Patriarki menyuarakan bahwa perempuan hanya berhak berada di tiga tempat, yakni dapur, kasur dan sumur. Pemikiran masa jahiliyah masih melekat pada jiwa-jiwa manusia golongan ini.
Terlepas dari semua itu saya berpendapat bahwa perempuan adalah sosok hebat tak tertandingi. Tegar dengan segala amanah yang diemban. Tak pernah mengeluh meski tugas menumpuk. Ia adalah seorang ibu bagi anak-anaknya. Demi menjaga si anak ia rela tak memejamkan mata di saat semua terlelap. Saat mata baru terpejam, dengan senyum tulus ia buka kembali mata yang terasa berat untuk memeriksa apa yang membuatmu menangis. Saat kau menginjak dewasa, ia tak berhenti menyayangimu. Membantu ayah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sekolahmu. Tak peduli seberat apapun pekerjaan yang harus dilakukan. Yang ia tahu kau tak pernah kekurangan dana untuk sekolahmu. Meski seringkali sebagai anak kita membohonginya. Mengkorupsi uang hasil kucuran keringatnya untuk hal yang tak seharusnya.
Di setiap do’anya selalu terselip namamu. Ia mohonkan kebahagiaanmu, keselamatanmu dan semua yang terbaik untukmu. Sedikit demi sedikit air mata basahi pipinya, berharap kau tak jatuh pada jalan yang tak seharusnya kau ada di sana. Sehingga tak perlu dipertanyakan mengapa sang Nabi memberikan penghormatan kepada seorang ibu(perempuan) tiga kali lipat penghormatan beliau terhadap seorang ayah(laki-laki).
Selain itu, ia adalah seorang istri. Setia mendampingi sang suami di saat suka maupun duka. Menyiapkan segala yang diperlukan suami. Mengabdi pada suami tanpa meminta imbalan. Semua Karena ketulusan, cinta dan kasih sayang. Apapun status yang disandangnya, perempuan adalah sosok yang hebat. Terutama sebagai seorang ibu. Dalam ibarat, tak ada seorang pun yang rela mati demi dirimu selain ibu. Di balik kelembutannya ada kekuatan yang tak dimiliki oleh selainnya. So, bagi yang masih memiliki pandangan bahwa perempuan adalah sosok yang lemah, segera hapus pemikiran yang sempit itu. Mari buka mata dan hati untuk melihat betapa tangguhnya seorang perempuan.

Melanjutkan...

Senin, 23 Agustus 2010

Ramadhan vs Kambing Hitam

Ramadhan vs Kambing Hitam

oleh Pembantu Umum LKP2M (aba_tara@yahoo.com)


“Barang siapa yang bahagia dengan kedatangan bulan ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”

Ramadhan memformulasi orang Islam bahwa ramadhan sebagai pionir dari bulan-bulan selama setahun. Paradigma bulan Ramadhan memiliki substansi bulan ‘kamil’ di antara bulan-bulan lainnya. Selain itu, desain paradok yang menyatakan bahwa setiap gerak-gerik manusia dilipat gandakan menjadi seribu kali gerak baik maupun buruk untuk nilai spiritualias. Pantas jika kedatangan ramadhan disambut sakral untuk dirayakan dengan istilah jawa ‘megengan’ atau ‘syukuran’. Indonesia mayoritas beragama Islam, mesti tidak tersentak ketika memapas seluruh sudut wilayah bergoyang menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Walaupun, menyesalkan ketika penyambutannya tidak pula dibarengi dengan pengenjotan aspek spiritualitas dari efek ‘megengan’ yang bernampak ‘orak-orakan’.

Miniatur semarak gelegar ramadhan yang dirayakan meriah, tidak satu pun baik individu maupun golongan yang memiliki aliran darah dan utamanya yang mengamalkan syariat Islam bisa dipastikan berbahagia dengan kedatangan ramadhan. Realita masyarakat Islam telah berbondong-bondong merayakan kebahagiaan datangnya ramadhan, mulai dari aspek rohani maupun aspek jasmani diset-up nuansa Islami. Untuk itu, pantas bila Indonesia lebih ramai pada bulan-bulan Ramadhan ketimbang hari kemerdekaan Indonesia dan bahkan kemeriaan ramadhan mengalahkan perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Nuansa-nuansa ramadhan lebih mengudara pada pribadi muslim.

Kenampakkan peristiwa yang terjadi dalam menyambut ramadhan, akhir-akhir ini banyak yang mengatasnamakan ramadhan. Peristiwa penertiban PKL oleh Satpol PP Surabaya di tiga kecamatan, yaitu Tegalsari, Wonokromo, dan Sawahan yang diamati oleh pengamat sosial dari Universitas Airlangga dan berpendapat bahwa niat pembersihan PKL oleh Pemerintahan Kota Surabaya tidak konsisten sebab pengususran PKL tidak disertai dengan relokasi penataan ruang kembali untuk PKL. Bukan hanya tahun-tahun ini, namuan hamper setiap tahuan menjelang ramadhan itu yang terjadi.

Hal lain yang sepadan dan sudah mentradisi yakni setiap menjelang bulan Ramadhan maupun menjelang berakhirnya bulan Ramadhan. Kaum menengah ke bawah ataupun kaum lain yang selalu disulitkan dengan melejitnya harga barang sadang, pangan, dan papan. Alasannya juga sama, bahwa mumpung ramadhan tiba maka perlu dikeruk kesempatan emasnya. Memang sangat koheren, ketika mendekati berakhirnya ramadhan yakni para masyarakat berduyun-duyun untuk berbelanja banyak guna mempersiapkan hari raya idul fitri.


Kambing Hitam

Sangat jelas, sebuah realita kebanyakan mengatasnamakan karena ramadhan. Baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan pihak-pihak yang terkait. Sangatlah janggal, ketika ramadhan menjadi kambing hitamnya. Sebab wujud ramadhan bukan menjadi bulan tameng dari perilaku manusia terhadap manusia tapi menjadi ril menuju rahmat Tuhan.
Ini wajar, kita tengok sebuah perkataan Ustman al-Khuwawi dalam kitab durotun nashihin bahwa derajat orang berpuasa memiliki tiga derajat. Pertama, puasanya orang awwam dan ketika mereka berpuasa hanyalah paham berpuasa sebagaimana nampakannya tidak secara perinci paham bagaimana puasa yang baik. Akhirnya, mereka dalam berpuasa hanya menjaga makan dan minum saja dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Kedua, puasanya orang shaleh. Orang shaleh dalam menjalankan ibadah puasa sangat berbeda jauh dengan golongan pertama. Orang shaleh berpuasa bukan hanya menjaga dari makan dan minum secara jasmani, tetapi juga menjaga rohani yang terkover dalam sikap jiwa atau hati. Artinya, sang shaleh tetap menjaga jasmani maupun rohani. Karena pada dasarnya berpuasa bertujuan untuk memerdekakan hati dari sikap chaos.

Ketiga, orang yang berpuasa dan hatinya hanya ingat kepada Tuhan. Sehingga urusan yang dilakukan oleh mereka ini hanya bertujuan untuk Tuhan. Bahkan urusan yang lain dapat tergantikan dengan urusan mengingat Tuhan. Katakan saja, orang yang seperti ini adalah orang yang pasrah kepada-Nya. Sikap totalitas begitu melekat, sehingga orang yang dekat bisa merasa heran dengan tingkah tidak wajar yang dilakukan mereka karena kedekatan alam disekelilingnya belum memahami keberadaan orang seperti ini.


Beralas-alasan

Paparan dari ketiga derajat orang berpuasa, dan yang paling sering nampak pada manusia adalah bagian pertama. Banyak orang yang menyuarakan shaleh tapi sikapnya seperti orang awwam –tidak shaleh. Banyak orang yang bisa bertutur tapi tuturan hanya tetap sebagai tuturan tidak menaklikkan perubuatan. Untuk itulah, pantas jika di bulan Ramadhan orang yang melisankan diri sebagai yang terbaik masih saja tidak setara dengan penyuaraannya. Aktivitas puasa yang dilakukan selalu saja hanya pada aspek jasmani menahan lapar dan dahaga. Dari aspek rohani hampir terlupakan untuk berpuasa pula. Sikap yang saling mencela masih ada, sikap yang saling iri masih ada, sikap beralas-alasan juga masih ada, dan sikap menyalahkan juga masih ada.

Mungkin, hanya jawaban warna-warni manusialah yang memberikan jawaban benar jika ramadhan selamanya akan menjadi kambing hitam dalam beralasan. Sedikit-sedikit karena ramadhan. Tidak ada agenda apa-apa jika tidak pada bulan ramadhan. Tidak ada aktivitas rutin membaca al-qur’an atau ‘tadarusan’ jika tidak ramadhan. Tidak rutin bershodaqoh –pamrih untuk dikenal dan dikenang– jika tidak ramadhan. Sikap demikian yang perlu kita pangkas. Semula sikap berpikir yang tidak percaya pada badan amil zakat membuat para dermawan gemar mengecer harta dengan kepanitiaan sendiri. Maka tidak ada yang dipersalahkan jika kecelakaan yang diakibatkan sikap egois memimpin demi merebut panggilan ‘dermawan’.

Seyogyanya, ramadhan datang memberikan pancingan awal untuk berkiprah yang lebih baik, bukan setelah ramadhan aktivitas baik menjadi stagnan (kemandekan) dan menunggu berputarnya waktu ramadhan tahun depan. Semoga kelancaran usaha dan doa menghantarkan kita pada cita-cita secara simultan ke depan.

Melanjutkan...

Minggu, 22 Agustus 2010

MYR 2010

Marhaban Ya.. Ramadhan

Alhamdulillah, LKP2M di bulan yang penuh rahmat ini, masih bisa eksis dalam melakukan aktivias, yakni berkarya.

Meskipun pada saat ini masih dalam bentuk sebuah iven kegiatan. Oleh karenanya, kami mengajak Gus/Ning LP2M atau temen-teman yang ingin bergabung dengan kami dalam kajian, bedah buku, pengajian, dll. Ikuti pembukaannya pada tanggal 23 Agustus 2010, di hall parkiran gedung B UIN Maliki Malang

Info selengkapnya hubungi Gus Dedi



Melanjutkan...